Prolog Malam yang Menghantui
Malam itu, hujan deras mengguyur kampus lama yang sudah lama ditinggalkan. Kisah urban legendaris masih bergema di dinding-dinding bangunan tua, tentang jembatan angker yang menjadi saksi tragedi seorang mahasiswa putri bertahun-tahun silam. Namun, apa yang terjadi dalam The Bridge Curse hanyalah permulaan dari kengerian yang akan terungkap dalam sekuel ini, The Bridge Curse 2: The Extrication.
Keberanian yang Ditantang
Cerita bermula ketika sekelompok mahasiswa baru dari jurusan arkeologi memutuskan untuk mengadakan uji nyali di jembatan itu. Dipimpin oleh Alya, seorang gadis pemberani yang tidak percaya pada takhayul, mereka membawa kamera, senter, dan sedikit keberanian. Bagi Alya, ini hanyalah mitos lama untuk menakut-nakuti mahasiswa baru, tapi bagi yang lain, ada rasa takut yang tidak bisa diabaikan.
“Kalian tahu,” kata Dimas, salah satu anggota kelompok, sambil memegang kamera. “Mereka bilang, kalau kamu menyeberang jembatan ini saat jam tiga pagi, kamu tidak akan pernah sampai di ujungnya.”
Alya hanya tertawa kecil. “Itu cuma cerita. Tidak ada yang benar-benar bisa membuktikannya. Ayo kita buktikan kalau kita lebih berani dari cerita horor kampus ini.”
Suasana yang Berubah
Namun, saat malam semakin larut dan mereka mendekati jembatan itu, suasana berubah. Udara menjadi lebih dingin, dan suara hujan yang jatuh ke daun terdengar seperti bisikan samar. Bahkan Alya mulai merasa tidak nyaman, tapi ia menepis perasaan itu.
Saat mereka melangkah ke jembatan, sesuatu yang tidak biasa terjadi. Langkah kaki mereka terasa berat, seperti ada kekuatan yang menahan mereka. Alya menoleh ke belakang, dan wajahnya memucat. Jembatan yang mereka lewati perlahan-lahan lenyap dalam kabut tebal, dan kini mereka berdiri di tengah-tengah kegelapan yang tak berujung.
“Kita harus balik!” teriak Nia, salah satu anggota kelompok. Tapi ketika mereka berbalik, mereka hanya menemukan diri mereka kembali di titik yang sama. Tidak ada jalan keluar.
Kemunculan Sosok Misterius
Kemudian, sosok itu muncul, dia berdiri di ujung jembatan. Rambutnya panjang, basah, dan menutupi wajahnya. Gaunnya yang putih compang-camping tampak mengerikan dalam cahaya kilat. Tidak ada suara, hanya tatapan kosong yang membekukan darah mereka.
“Siapa kamu?!” Alya berteriak, mencoba menahan rasa takut. Tapi sosok itu tidak menjawab. Dia hanya menunjuk ke arah mereka dengan jari kurus yang dingin.
Terjebak dalam Ketakutan
Dalam sekejap, mereka terpecah. Kabut membawa masing-masing dari mereka ke dimensi yang berbeda, menghadapi ketakutan terdalam mereka. Alya menemukan dirinya di sebuah ruangan penuh cermin, setiap pantulan menunjukkan versi dirinya yang berbeda, terluka, menangis, atau marah. Sementara itu, Dimas berhadapan dengan sosok bayangan yang menyerupai dirinya sendiri, mengejek dan mengintimidasi setiap langkahnya.
Waktu terasa melambat, dan harapan seakan sirna. Namun, Alya tidak menyerah. Dalam cermin-cermin itu, ia melihat sesuatu yang aneh — bayangan sosok wanita itu selalu berada di belakangnya. Dengan keberanian yang tersisa, Alya memecahkan cermin terbesar, dan tiba-tiba semuanya menjadi jelas. Wanita itu bukan hanya hantu biasa. Dia adalah penjaga, terjebak di antara dunia manusia dan alam gaib, mencari pembebasan.
Puncak Konfrontasi
“Apa yang kau inginkan?!” Alya bertanya, suaranya pecah oleh ketakutan dan kelelahan. Wanita itu tidak berbicara, tapi tatapannya mengarah ke medali tua yang tergantung di leher Alya. Sebuah medali yang ia temukan saat pertama kali memasuki jembatan itu.
Alya menyadari bahwa medali itu adalah kunci. Dengan hati-hati, ia meletakkannya di tengah jembatan, dan tiba-tiba angin kencang berhembus. Suara jeritan melengking mengisi udara, dan jembatan itu mulai runtuh. Alya terbangun di tepi sungai, basah kuyup, dengan teman-temannya terbaring di sampingnya. Tidak ada jembatan, tidak ada hantu. Hanya keheningan malam.
Epilog: Penerimaan yang Tak Terelakkan
Namun, saat mereka bangkit dan berjalan pergi, Alya melihat sekilas bayangan di air. Wanita itu masih di sana, tersenyum samar. Dan untuk pertama kalinya, Alya merasakan sesuatu yang tidak pernah ia percayai sebelumnya — rasa hormat terhadap yang tak terlihat.
The Bridge Curse 2: The Extrication mengingatkan kita bahwa ada hal-hal yang tidak bisa dijelaskan oleh logika. Kadang, satu-satunya cara untuk menghadapinya adalah dengan menerima bahwa kita tidak selalu harus menang melawan kegelapan — kadang kita hanya harus melepaskannya.